Hai Teman-teman, Selamat Malam.
Bagi kalian warga Muhammadiyah yang baik, rasanya belum sah jika tak pernah menapakkan kakinya di sini. Di Langgar Kidul KH.Ahmad Dahlan. Atau bahkan baru tau tempat ini sekarang? Terlalu.
Kenapa bernama Langgar Kidul? Menurut sejarah, dahulu disekitar Masjid Gede Kauman terdapat langgar kecil-kecil yang dihuni oleh Kiai dan santrinya. Salah satunya yang ya milik Ahmad Dahlan ini. Yang letaknya lebih Selatan daripada yang lain. Sehingga mereka menamakannya Langgar Kidul.
Langgar kecil dan sederhana ini merupakan cikal bakal penyebaran Muhammadiyah mulai dari nol hingga berkembang besar seperti saat ini. Sehingga memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, tak hanya bagi warga Muhammadiyah tapi juga Indonesia. Maka tak heran jika pemerintah provinsi DIY menetapkannya sebagai cagar budaya. Dan mengubah statusnya menjadi Museum.
Langgar ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah berisi perpustakaan kecil, kantor dan benda-benda memorabilia mengenai Ahmad Dahlan dan keluarganya ketika mengembangkan Muhammadiyah. Sedangkan lantai atas berfungsi sebagai musholla yang masih sering digunakan oleh keturunan Ahmad Dahlan untuk sholat berjamaah.
Dibagian sebelah timur terdapat beberapa deret ruang kosong yang pernah digunakan untuk Madrasah. Di sebelah Utara terdapat rumah biasa yang dihuni oleh cicit Ahmad Dahlan.
Jika kalian ingin kesana datanglah sebelum jam 12 siang. Karena museum ini hanya beroperasi selama kurang lebih dua jam saja. Sangat disayangkan.
Untuk menuju kesana, dari 0 kilometer Jogja kalian berjalan ke arah barat, sampai melewati lampu lalulintas, kemudian setelah itu belok kiri pada gang pertama. Langgarnya ada di ujung jalan ini.
Lokasinya bertumpukkan dengan ruko dan rumah penduduk kampung Kauman yang padat. Sehingga harus jeli melihat plang nama berwarna hijau sebagai petunjuk.
Jalan masuknya sangat sempit. Dengan lebar kurang lebih satu meter, hanya cukup untuk lewat satu motor saja. Itupun berdempetan dengan rumah warga.
Di luar Langgar, banyak terdapat ruko yang menjual pernak-pernik Muhammadiyah, mulai dari pin, seragam Hizbul Wathan, Tapak Suci, bendera Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah dan tentu saja Batik Nasional Muhamadiyah. Yang jelas aura Muhammadiyah sangat kental di sini. Di jantungnya kota Jogjakarta.
***
Langgar : Musholla
Kalau dari stasiun Jogja jauh gak?
Mas, sebaiknya kalimat disekitar dan diluar menjadi di sekitar dan di luar (dipisah karena menunjukkan tempat dan bukan kalimat pasif)
dan
Apa akronim dari HW, IPM, IRM, IMM?
LikeLike
Agak jauh sih mas kalau berjalan kaki. Melewati 3 jalan. Sebaiknya menggunakan Ojol aja.
Oke mas, saya perbaiki. Terimakasih koreksinya.
Hw : Hizbul Wathan, IPM : Ikatan Pelajar Muhammadiyah, IRM :. Ikatan Remaja Muhammadiyah, IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
LikeLike
Jadi mending pakai kendaraan online aja yah. wuih, banyak sekali spot-spot yang wajib dikunjungi kalau ke Jogja. Mudah-mudahan saya bisa ke Jogja.
Sebaiknya kalau ada akronim dan singkatan, ditulis juga kepanjangannya karena tidak semua pembaca mengetahuinya.
LikeLike
Banyak mas, ya maklum dulu kan pernah menjadi ibukota negara. Masyarakatnya juga sangat menjaga peninggalan sejarah.
Diniatkan mas. Kan banyak cara ke Jogja.
Kadang saya beranggapan bahwa pembaca saya sudah lebih paham, jadi tak pernah menuliskan secara detail.
LikeLike
Mudah-mudahan saya bisa ke Jogja tahun ini.
Tidak semua pembaca paham. Saya sendiri sebagai contoh, bertanya apa akronimnya karena benar saya tidak mengetahuinya
LikeLike
Aamiin. Memangnya Mas jauh dari Jogja ya? Kok seperti sebuah impian?
Oh ya, di Jogja itu meskipun banyak hal yang murah tapi nanti jatuhnya akan banyak keluar duit. He he. Misalkan, parkir 2000, tiket 5000, biaya sukarela 5000, mau foto 2000, sukarela lagi 2000. Dll…
Udah saya perbaiki mas dalam postingannya. Selanjutnya saya pake prinsip-prinsip ini.
LikeLike
saya belum pernah ke jogja, mas.
dulu waktu SMA ga jadi, saat kuliah hanya rencana saja, terakhir punya rencana honey moon sama istri pun belum terlaksana.
yah memang menjadi sebuah mimpi pengen jalan-jalan ke sana.
sekarang saya tinggal di Jakarta
LikeLike
Hanya sekedar wacana😂😂. Kalau kesini jangan hanya siang, tapi malamnya juga harus dinikmati. Melihat dinamisnya para muda yang nongkrong dimana-mana😂.
LikeLike
oke, thanks atas sarannya.
saya yang lama tinggal di Bandung, penasaran apakah suasana Jogja senyaman Bandung atau tidak
LikeLike
Panas, Sekarang lebih banyak macetnya. Utamanya di jalan Malioboro dan sekitar 0 kilometer.
LikeLike
Postingan yang menarik, Kak. Oh ya, jalan masukknya yang sempit itu, apakah memiliki makna tertentu ? Atau memang seperti itu karena kira kananya sudah mulai mengalami modernisasi ?
Saya rasa, kita harus lebih sering membuat postingan seperti ini ya, Kak. Kadang kita banyak terbuai dengan budaya orang lain, sampai mengabaikan dan lupa dengan budaya sendiri. Saya merasa malu.
LikeLike
Itu karena pengaruh pembangunan lingkungan yang membabi buta. Karena awalnya adalah tanah milik pribadi.
Betul sekali, bangsa yang besar ini harus disuruh untuk melihat masa lalu, yang mana kita memiliki budaya yang sangat maju. Melebihi bangsa yang lain.
LikeLiked by 1 person
Wah, sangat disayangkan sekali itu, Kak. Kalau saja tempat bersejarah seperti ini dibuat benar-benar khusus, supaya pengunjung benar-benar merasakan wisata spiritual dan bersejarah kemari.
Meskipun kita bangsa yang juga suka berbelanja, saya rasa tidak tepat juga membuat terlalu banyak toko seperti itu, ya.
Setuju dengan ini, Kak!
LikeLike
Coba Mbak Ayu perhatikan nomor SK nya. … tahun 2009, bukankah sangat terlambat untuk menyadari.
Yah kita adalah bangsa yang unik. Kita tak bisa diukur hanya dengan statistik. Kita bangsa yang tidak bisa ditebak apa maunya..
LikeLiked by 1 person
Wah, benar juga. Baru tahun 2009 ya, kasihan sekali.
Kadang, jangankan menebak apa maunya, mengetahui benar apa yang kita benar-benar butuhkan saja, masih menerawang. Personal opinion, yo Kak.
LikeLiked by 1 person
itu…….masih bangunan asli?
LikeLike
Bangunan pertama pernah dirobohkan karena ada kesalahan pahaman. Masih berlantai satu.
Kemudian dibangun lagi dengan dua lantai seperti sekarang ini.
Ada beberapa renovasi, tapi tidak mengubah bentuk asli
LikeLike
Wahh sayang kali pas ke jogja kemaren aku belum sempat kesini mas..
LikeLike
Lain kali kalau ke Jogja lagi mas
LikeLike
Sayang sekali ketika saya ke sana banyak jemuran warga sekitar berjajar, terutama di pengaman tangga. 😌
LikeLike
Wih, udah kesana Bu?
Sama ih, waktu itu juga digunakan seperlunya itu. Bahkan yang pojokan Selatan itu juga untuk jemuran..hadoooh. Aku merasa sakit..
LikeLike
Sudah…sekitar tahun 2012.
Sangat. Bangunan bersejarah seperti itu malah dijadikan tempat jemur baju. 😣
LikeLike
Aku pengen pintu rumah warga yang di lorong masuk itu ditutup saja.
Kemudian, rumah cicitnya AD itu mendominasi dikosongkan saja. Kesannya itu gimanaaaaaaa…
Terus, lantai atas itu ya mbok selalu dibuka. Kan pengen banget sholat disana 😞.
LikeLike
Sebenarnya dari segi letak memang kurang mendukung. Masuk lorong-lorong sempit.
Betul, mirisnya lantai 2 tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Jadi kesannya seperti ruang kosong yang tidak pernah dibersihkan.
LikeLike
Betul sekali, perang pemerintah juga kurang sih. Terbukti dari SK yang terdapat di depan bangunan itu. Tahun 2009. Terlambat banget. Karena lingkungan udah sesak.
Aku beneran kecewa dengan pengelolaannya, udah 3x kesana tak ada perubahan sama sekali.
LikeLike
Menjelajahi langsung situs atau tempat bersejarah itu emang sllu meninggalkan kesan tersendiri ya Mas Seta.
Apalagi bagi mreka yg mmang meyakini ttg Muhammadiyah dan sgla pengaruhnya.
Btw, Mas Seta sendiri apkah ini jg napak tilas pertama?
LikeLike
Saya sudah tiga kali ke tempat ini. Kondisinya masih sama aja.
Melihat tempat bersejarah memang akan memberikan kesan kagum akan perjuangan mereka yang penuh pengorbanan.
LikeLike