Nostalgia : Motor Pertama

RS100 2

Selamat Pagi, teman-teman.

Jaman dahulu kala waktu saya masih bersekolah, babe membelikan saya sebuah sepeda motor batangan sangat tua keluaran 1976. Meskipun tua namun semua partnya masih berfungsi nomal dan orisinil. Speedometer masing bergerak, odometer masih bisa berkeliling, lampu indikator top gear masih menyala ketika mencapai gear ke 4, lampu sein juga masih genit.

Alasan sebenarnya babe membelikan motor sih bukan karena saya butuh, namun karena babe tidak ingin motor kesayangannya sering saya usilin settingannya. Belinya juga yang murah lagi. Yah seperti itulah.

Mungkin juga  babe mempunyai anggapan kalau dibelikan motor yang bagus,  pasti saya akan jelalatan kemana-mana. Dan memang itu benar adanya. 

Kembali ke motornya, motor itu masih bermesin dua tak dengan oli samping yang terpisah. Volume mesinnya sebesar 97 cc. Dia berwarna biru langit dengan chrome bagian spatboard dan stang. Motornya tidak tinggi dan juga tidak ceper, cukuplah untuk ukuran normal orang Indonesia. Suaranya sangat khas. Dia berbunyi seperti ini, ceneng… neng..neng..nengg… neeng…sampai –sampai ada tetangga yang mendapatkan julukan si Ceneng sampai sekarang karena dia juga mempunyai motor yang sama dengan saya.

Untuk menghidupkannya sangat mudah, kick starternya termasuk ringan, dan tidak terlalu menakutkan seperti motor sebelah yang tendangan baliknya dapat membuat kaki ngilu.

Pengoperasianya juga lebih mudah lagi. Ketika memindahkan gigi, motor ini berbeda dengan motor batangan jaman sekarang, dimana menganut sistem depan-belakang-belakang, namun dianya memakai sistem belakang-belakang-belakang, berkebalikan dengan motor bebek.

Rem depan dan belakang masih menggunakan drum, teromol, jadi agak ngeri ketika ngebut di jalan yang membara. Salah perhitungan titik pengereman, tamatlah sudah, kolaps. Bukan motor saya yang kolaps, namun yang tertabrak, karena semua bagian terbuat dari besi semua, sedangkan yang ditabrak rata-rata hanya berbahan plastik. Kalau motor saya sih palingan hanya penyok,  cukup diketok udah normal kembali.

Dari gambaran diatas sudah jelaslah kalau motor saya bukan kategori idaman cabe-cabean.

Yah saya terima ajalah, daripada ke sekolah nebeng teman melulu. Entar malah dikirain pacaran dengan sesama jenis. Image saya sebagai cowok tulen turun donk. Lumayan juga kemana-mana tidak harus jalan kaki.

Waktu berangkat ke sekolah, kejadian paling epik adalah ketika saya sedang menunggu lampu hijau menyala. Kenapa epik? Karena motor saya adalah satu-satunya yang mengeluarkan asap. Asapnya itu sangat tebal udah mirip dengan fogging yang ada dikos-kosan dulu. Sehingga pengendara lain yang ada dibelakang saya hanya bisa pasrah menikmati asap. Kadang kalau jahilnya sedang kumat, saya akan pura-pura mengatur setelah gas dengan cara menarik gas banyak-banyak biar tambah level asapnya.

Sebenarnya sih bisa memakai oli yang smokeless itu, namun harganya mahal bang. Tidak cocok untuk kantong pelajar. Kadang kalau lagi banyak rejeki saya mengganti nya dengan oli samping yang wangi atau menuangkan minyak wangi kedalam tangki agar lebih asyik. 

Kalau diparkiran sekolah, ceceran oli dilantai semen merupakan ciri-ciri bahwa tempat itu merupakan bekas wilayah kekuasaannya. Tidak hanya itu, motor ini malah seperti sebuah legend dikalangan teman-teman karena modelnya classic banget.

Beberapa tahun memakainya tentu banyak hal yang saya alami dengan motor ini, dari motor ini saya belajar memakai motor yang berkopling penuh, dari motor ini saya sedikit mengenal mesin motor dan bagaimana setiap komponen bekerja saling mendukung.

Dan juga banyak kejadian yang tidak mengenakkan dialami kami berdua, mulai dari menabrak pohon, menabrak orang yang sedang menyeberang, melindas kambing, masuk parit, kehabisan bahan bakar, kehabisan oli samping, jemput pacar, macet ketika lampu merah, macet ketika hujan, jarum skep yang menggantung, tuas perseneling longgar sehingga tidak dapat diungkit, busi basah, rantai lepas, dan beberapa kejadian mistis lainnnya.

Rutenya juga tidak main-main meskipun sudah tua, kalau touring bisa lintas kota. Meskipun ketika mesin sudah panas sering rewel, namun saya masih dapat mengatasinya dengan mudah.

Eh iya lupa, motornya adalah Yamaha RS-100. Semalam saya lihat-liat di Facebook grup ada yang berani menjual dengan harga pembukaan Rp. 8.000.000, what the hell. Padahal babe saya menjual hanya dengan harga Rp 1.500.000,-

Cukup sekian dan terima kasih.

Have a nice day bro.

 

33 thoughts on “Nostalgia : Motor Pertama

Leave a reply to layangseta Cancel reply