Raja Mala: cara membacanya , Ra seperti pada Roti, Ja seperti Joko, Ma seperti Mobil, La seperti Love.
Jadi masih di Museum Radya Pustaka ya, selain koleksi andalan peninggalan Kaisar Perancis yang keluarganya berantakan itu, ada satu koleksi lagi sebagai maskotnya museum yang dapat membuat kaum penakut menjadi kancilen. Namanya adalah Raja Mala, lebih eksis disebut sebagai Kyai Raja Mala. Disebut kyai karena dianggap sebagai benda pusaka oleh kalangan keraton. Raja Mala sendiri diambil dari nama tokoh pewayangan yang konon kuat dan sulit terkalahkan. Jadi harapannya kurang lebih akan sama.
Lantas apa sih Raja Mala ini? Raja Mala merupakan kepala/hiasan (cantrik) kapal yang pernah digunakan oleh Paku Buwono IV untuk meminang Putri Pamekasan Madura. Kemudian di pakai lagi oleh Pakubuwono VII juga untuk meminang Putri Bangkalan. Terbuat dari kayu jati yang khusus dari Hutan Donoloyo – Wonogiri yang emang khusus menyediakan kayu terbaik untuk keraton sejak dulu.
Terletak di pojokan ruang bagian kanan, sosok itu begitu menyeramkan. Dalam sekali pandangan saja udah membuat bergidik ngeri. Berwarna merah dan hitam, berbentuk kepala naga dengan ukuran bola mata besar, menatap tajam kepada setiap pengunjung yang balik menatapnya. Diatas kepalanya ada rambut berjumbai nan ikal.
Jika kalian meneliti lebih jauh, sorot dari bola matanya seperti mengikuti kemanapun arah kaki kita melangkah.

Dengan sorot lampu yang temaram, membuat lekuk-lekuk kepala kapal ini semakin kontras. Menambah aura seremnya.
Di bawah Raja Mala ini kalian akan mendapati sebuah tempat sesajen dengan asap dupa yang masih mengepul. Menebarkan aroma wangi khas yang memabukkan bagi yang tidak terbiasa. Dupa memang tersebar di beberapa area yang membutuhkan perhatian khusus. Tujuannya? Entah.. mereka hanya menjelaskan kalau museum itu lebih baik memang beraroma dupa atau melati, daripada pewangi ruangan otomatis yang suka bikin kaget itu.
Raja Mala ini dikasih pembatas agar pengunjung tidak serta merta mengelus atau iseng mencabuti bulunya. Jika kalian berani melalukan demikian, bisa saja kena kutukan berupa penyakit -eh hoax ini sih.
Sebenarnya, terdapat dua buah Raja Mala, yang satu disimpan di Museum Radya Pustaka ini, sedangkan yang lain terdapat di Museum Keraton Surakarta. Bahkan disana juga terdapat dayung kapal yang berukuran besar yang menggambarkan betapa kuatnya nih kapal.
Di saat rehatnya, kapal ini digunakan untuk membawa bantuan kepada korban banjir Solo waktu lampau atau untuk pelesiran keluarga keraton.
Kalian penasaran? Datang saja ke Museum Radya Pustaka Solo di jalan Slamet Riyadi dan perhatikan TV Plasma yang menjelaskan sejarah dari kepala kapal dan kapalnya ini.
Dari kapal ini saya menyadari bahwa jaman dulu, lelaki sejati memang harus seperti ini. Untuk menikahi seorang wanita pujaannya emang harus keluar modal dan mental yang banyak. Gak seperti sekarang, yang mana mereka hanya bermodalkan dengkul dan cinta sahaja. Yang malah merendahkan martabat seorang lelaki.
Beneran serem emang dibikin gitu ya bentuknya ..?? –“
LikeLiked by 1 person
bener, untuk melambangkan kekuatan, kedigdayaan dan hormat
LikeLiked by 1 person
Bentuknya serem ya. apakah putri-putri yang dipinang itu nggak takut…
LikeLiked by 1 person
kalau mereka takut malah jadi mudah ditaklukkan
LikeLiked by 1 person
serem juga ya😅 terus dikasih rantai gitu jadi makin serem
LikeLiked by 1 person
kalau datang kesini terus sambil menghirup aroma dupanya, pasti tambah merinding
LikeLiked by 1 person
mungkin dupanya sengaja disimpan untuk mendukung suasana yaaa
LikeLiked by 1 person
hanya mereka yang tahu tujuan sebenarnya
LikeLiked by 1 person
Serem tapi seru ini kayaknya
LikeLiked by 1 person
kalau melihat penampilan dan cerita mistik mengenai benda ini memang serem, tapi kalau dilihat jasanya kita akan kagum.
LikeLiked by 2 people
Mistis
LikeLiked by 1 person
sangat mistis
LikeLiked by 1 person
Kesimpulan pada paragraf akhir, harusnya membuat para wanita ‘terpukau’ pesona Raja Mala, bukan serem. Sebab ia bukti perjuangan seorang pria dalam mendapatkan wanita impian.
LikeLiked by 1 person
anda jeli sekali, 🙂
LikeLiked by 2 people
saya sering masuk sini dan ada fotonya dimana ya, lupa hehe..mbayangin aja itu hidup..serem kak
LikeLiked by 1 person
museum Radya pustaka, benda ini letaknya di sebelah kanan pada ruang ketiga, yang ada gamelannya itu
LikeLiked by 1 person
Bola matanya sungguh menyeramkan ya, tampak mengikuti gitu.
Untuk yang hoaks itu, saya jadi ingin mencobanya. 🙂
LikeLiked by 1 person
coba aja mas 😂. nanti kalau udah dikabari ya
LikeLiked by 1 person
“Raja Mala: cara membacanya , Ra seperti pada Roti, Ja seperti Joko, Ma seperti Mobil, La seperti Love.”
Kenapa ngga langsung baca : Rojo Molo …??
LikeLiked by 1 person
karena Ro bisa juga berbunyi seperti Roda,
LikeLiked by 1 person
Prasaan roti dan roda sama aja ro nya..? 🤔
LikeLiked by 1 person
beda pengucapannya ya Mas
LikeLiked by 1 person
karena dari bahasa Jawa, Ra jelas beda dengan Ro.. apalagi kalau ditulis dengan aksara jawa, akan sangat jauh berbeda
LikeLiked by 1 person
Benda-benda di museum umumnya memang beraroma mistis, mungkin memang ada semacam khodam jin yang menungguinya 😅
LikeLiked by 1 person
untuk adat Keraton ya memang seperti itu, tadinya mau nulis gini.. tapi bagi yang gak percaya pasti ngakak
LikeLiked by 1 person