Pagi ini, ketika saya sedang bersih-bersih kebon belakang rumah dengan emak. Saya sadar bahwa angka perceraian untuk keluarga petani lebih kecil dibandingkan profesi yang lain di kota saya.

Pasalnya, keluarga petani itu susah dan senang mereka rasakan bersama. Ketika mereka bekerja di ladang, mereka tau bagaimana beratnya mengolah tanah dan merawat tanaman hingga panen. Panas, hujan, kotor dan capek luar biasa.
Mereka memiliki kualitas kebersamaan yang lebih intens dibandingkan jenis pekerja yang lain.
Jarang banget mereka mendebatkan berbagai masalah yang tidak ada hubungan dengan mereka. Mereka hanya fokus pada tanah, air dan tanaman yang sedang diusahakan. Mereka juga jarang berinteraksi dengan orang lain ketika tengah bekerja, paling hanya beberapa yang punya profesi sama.
Mereka hampir bebas dengan pemenuhan kebutuhan tersier yang seolah-olah menjadi wajib, seperti pemutih wajah, baju kekinian, kendaraan halus, pergi ke kafe dan lain-lain. Sampai rumah mereka udah capek duluan untuk mikirin hal artifisial semacam itu.
Sehingga tak heran pasangan ini lebih setia dibandingkan dengan pasangan profesi yang lain.
Kalau Melihat kehidupan di desa kami, itu benar sekali.
Walaupun selama ini aku berpikir itu dipengaruhi oleh adat istiadat juga ( orang Batak jarang bercerai ( walaupun akhir2 ini sudah ada juga). Ada juga yang pisah2 tapi kemudian bersatu lagi sampai hari tua).
LikeLike
akhirnya kita memiliki persamaan persepsi, Mbak.
LikeLike
Bah,,, emang selama ini kita beda persepsi ya?😁😁😁
LikeLike
enggak juga sih, biar keliatan akur aja, Mbak..ha ha.
Aku nulis tuh emang secara tiba-tiba, waktu aku dan emak sama-sama capek, karena itu sepertinya kami memiliki ikatan batin yang kuat. Lantas aku mikir, kalau punya ikatan seperti ini pantaslah bahwa keluarga petani jarang ada perceraian.
LikeLike
Oke deh.
Sipp…
Bisa jadi memang begitu ☺️
LikeLike
atau mungkin masalah ekonomi, karena kalau menikah lagi berarti itu mengeluarkan biaya mahal
LikeLiked by 1 person
Bisa juga menjadi salah satu faktor, apalagi kalau orang Batak menikah Pasti biaya adatnya mahal
LikeLike
sebenarnya aku setuju banget dengan biaya pernikahan yang mahal seperti ini, hal ini akan menyebabkan angka perceraian bisa nol persen dalam masyarakat.
Masalahnya sekarang nikah itu murah banget, ha ha, hanya dengan uang 100.000 aja udah bisa meminang seorang wanita,
LikeLiked by 1 person
Kalau di Kami mana bisa biaya segitu.
Oke, bisalah adatnya belum dipestakan, hanya pemberkatan di gereja (tapi inipun tidak bisa dengan biaya 100ribu) atau nikah depan penghulu. Tapi adat itu sampai kapanpun harus dibayar dan bila dibuat menyusul yang ada bukan semakin irit tapi semakin berat.
LikeLike
aku suka ini. biar pada mikir mikir lebih dalam…eh mbak sondang bikin postingan kayak gini donk 😉
LikeLike
Terus kalau dibilang masalah ekonomi,,, jangan salah lho. Menurutku lebih mapan ekonomi petani (walaupun tidak semua) daripada ASN seperti aku. Makanya terkadang aku merasa lucu juga,,, karena sebenarnya aku hanya menang seragam plus bibir bergincu sementara kalo dibandingin dengan keuangan teman2 di kampung, aku tak ada apa2 ya
LikeLike
karena ASN kerjanya nyaman damai..dan untung bersih segitu 😂😂. ya samalah, bahkan hanya dengan petani melon musiman itu aja kalah jauh
LikeLike
Banyak juga lho, Bercerai juga mas, tapi tidak bilang bilang sama Layangseta Dan Butet sondang Saragih
LikeLike
persentase dibandingkan keluarga lain tetap masih kecil
LikeLike
Btul jg alasan yg Mas Seta jelaskan. Sy jg setuju.
LikeLike
disana apakah juga seperti ini, Mr?
LikeLike
Kurang lebih bgtu jg. Org yg hdup dan kerja di ladang emang cenderung akur lah pokoknya.
LikeLike
bekerja sama dan jarang tersistematis sih ya
LikeLike
Setuju dengan pendapat Mas Layangseta, pengalaman dengan keluarga sendiri
LikeLike
aku juga berdasarkan keluargaku sendiri yang banyak petani, mereka aman aman saja
LikeLike
bahkan tidak jarang lahan pertanian menurun ke anaknya
LikeLike
beneer banget, sebening tidak perlu bingung masalah kerjaan ya
LikeLike
Keluarga petani meskipun hidup masih penuh keterbatasan ekonomi, mereka bisa mempertahankan keluarganya ya kak, karena mereka selalu bersyukur dan menerima rejeki yang diberikan oleh yang diatas
LikeLike
salah satunya ya itu, syukur
LikeLike
Di Kabupaten saya, angka perceraian tergolong tinggi. Termasuk tertinggi di Jawa TImur. Sayangnya saya tidak tahu penjelasan statistiknya mengenai profesi mereka.
Mungkin kalau saja tulisan ini disertai angka statistik resmi dari KUA atau Pengadilan Agama setempat, argumennya jadi makin mantap 🙂
LikeLike
coba om bikin riset, akan sangat menyenangkan bagi saya
LikeLike
Mgk krn keluarga petani lebih paham bahwa menabur dan memelihara hubungan itu butuh kesabaran sebelum bisa dituai
LikeLike
super sekali mbak, quote of the month nih
LikeLike
Iya kalau semuanya petani, kadang kalau istrinya pegawai jadi lain ceritanya, bisa awet sih kalau istrinya suka pertanian juga, tapi kalo ga ya wassalam
LikeLike
makanya saya menuliskan keluarga Petani, dan dalam artikel saya, juga tertulis bekerja bersama di ladang
LikeLike
saling percaya, pengertian, saling mendukung, dan saling saling yang lain ya kak agar rumah tangga yang dibina tetap kokoh dan bisa langgeng, makasih banyak sdh berbagi ya 🙂
mohon ijin untuk memfollow blog anda agar bisa menjalin persahabatan dengan sobat 🙂
LikeLike
Love this, bener banget ini, aku juga lahir dari keluarga petani, kehidupan kami sederhana tapi bahagia, lain kalau mereka yang kaya, sibuk kepikiran sama harta mereka yang ada dimana” sampai lupa waktu buat keluarga dan pasti karna jarang ketemu selalu ada rasa curiga, hal inilah yang mungkin jadi pemicunya
LikeLiked by 1 person
semakin banyak harta semakin aneh-aneh pikirannya😂.
LikeLiked by 1 person
Hadir….
LikeLiked by 1 person