Generasi Baru Tak Paham Norma

Hai,  selamat malam. 

Tahun ini,  peserta didik kami merupakan generasi yang jauh berbeda dengan satu tahun yang lalu. 

Yang putra cerewet nya minta ampun, sedikit sedikit di komentarin. Dan apapun itu selalu dibuat berlebihan. Mereka ini tidak ada canggung untuk memberikan pesan instant kepada guru wanita dengan isi “bu guru cantik, deh!” Gimana tidak besar kepala jika guru tersebut baperan. 

Sedangkan yang putri. Lebih cerewet lagi. Hebohlah seperti pasar pahing. Mereka ini lebih berani mengungkapkan perasaan daripada yang yang putra. Mereka tika asing dengan istilah pacaran, selingkuh galau,  cium,  peluk dan konco mesra. Tak heran dalam jangka waktu satu minggu mereka sudah mendapatkan gebetan kakak kelas. Guru Lelaki pun tak luput dengan goda anak-anak genit itu. Kecuali saya, karena tidak tampan rupawan. 

Ketika pertama kali mengajar saya langsung kaget menyaksikan mereka dengan fasih mengeluarkan kata-kata tidak pantas yang umum diucapkan oleh orang tua. Mereka juga mengagetkan bagaimana berinteraksi dengan orang yang lebih tua. Dalam artian yang negatif. 

Sebagian besar dari kami langsung menganggap mereka nakal dan sulit diatur. Bagi yang kalap,  pasti akan teriak emosi tak karuan untuk menakuti mereka. Akankah takut? No. Akhirnya ya capek sendiri dan ujungnya mengeluh di ruang guru. 

Namun setelah saya dan seorang guru bahasa Indonesia yang terkenal bijaksana melakukan pengamatan dari berbagai sudut pandang akhirnya kami mengerti bahwa mereka memang belum tahu mengenai konsep sopan santun sejak kecil. Mereka tidak paham bagaimana cara berucap yang baik. Mereka tidak paham bagaimana bersosialisasi yang benar sesuai dengan norma masyarakat umum yang penuh hierarki. 

Ketika kami bertanya kepada mereka secara random, mereka menjelaskan bahwa lingkungan rumah memang menggunakan kata-kata itu dalam keseharian. Sehingga mereka menganggap itu hal biasa. Dan tidak paham bahwa sebagian besar yang mereka pakai adalah makian dan umpatan yang tidak sopan. Hla wong orangtuanya aja melakukan ini, bagaimana tidak terpengaruh coba? Mereka juga sudah terbiasa mengenal konflik dan marah.

Mengenai sikap. Mereka juga mendeskripsikan bahwa di lingkungannya antara anak-anak dan dewasa, berpendidikan atau tidak sama saja ketika berkumpul. Tidak ada batasan. Bercanda juga tidak mengenal dia tua atau muda. Semua sama sebagai teman nongkrong.

Kami memahami dan mengambil kesimpulan. 

Akhirnya memberikan pengertian kepada mereka mengenai hal ini sedikit demi sedikit. Memahamkan mana yang benar mana yang salah. Mana sikap yang baik dan dan jelek. Mana yang harus dilakukan mana yang dibiarkan. Mana yang menyakiti mana yang memberi motivasi. Dan ternyata hasilnya memuaskan dalam waktu singkat. 

Jadi,  jika orang tua membiarkan anak untuk hidup di dunianya sendiri agar berkembang. Itu salah. Dunia anak-anak sekarang tidak ada bedanya dengan orang dewasa.

Gak mau kan jika suatu saat nanti anak kalian tiba-tiba mengumpat kepada kalian didepan banyak orang? 

Bye. 

29 thoughts on “Generasi Baru Tak Paham Norma

  1. Indikasi ap ya, terkait share Anda d atas, generasi bru di zaman ini sprtinya kok d mna mana mirip aj kasusnya. Pdhal, zaman kan mkin maju knp manusia seolah majunya gak selaras. Ap krn generasi zaman now susah dididik atau ortu yg kurang peduli aj pd pendidikan?

    Spanduk d atas sih sy pham sj mksdnya, wlau sadis jg dan terkesan resah dan merajuk bnget 🙂

    Liked by 1 person

  2. Melihat postingan ini yg pertama saya lihat fotonya. Tulisan nya terkesan galak tapi cukup mengena maksudnya.

    Selaras dengan pendapat mas desforin. Sepertinya dimana-mana generasi sekarang makin banya saja yg berprilaku seperti itu.

    Beda dengan generasi saya dulu. Ya meskipun saya termasuk murid yang sedikit badung tapi kalau bicara dengan oramg yg lebih tua atau orang yg baru dikenal masih punya batasan.

    Tapi saya salut dengan cara pendekatan yg sampean lakukan. Memarahi anak yg bisa dibilang tidak tahu aturan ibarat bicara sama patung. Mereka tidak hanya tidak mendengar tapi yg pasri tidak akan merespons. Hehehe

    Liked by 1 person

  3. Kalau boleh memberi saran sih.. karena saya juga baru lulus SMK. Menurut saya generasi sekarang lebih suka cari perhatian kepada para guru tetapi bukan tanpa maksud dari kbnyakan mereka mencari perhatian hnya untuk berteman dgn para guru. Soal bahasanya aja mungkin kurang sopan dan kurang menghargai, ya itu tergantung lingkungan dan keluarga mereka. Tetapi ada alasan lain yg saya punya mungkin dri kbanyakan guru dan murid skarang hidup dijaman yg berbeda jauh, dan budayanyapun jga bgitu. Jdi dari sikap, perilaku, dan pengalaman hiduppun menjadi tidak nyambung. Coba klau gnerasi ktemu gnerasi yg sama, insya’allah klop. Hhhheee..

    Like

      1. Hhhee.. iya mas.. tetapi memang dari sekolah menginginkan yang terbaik untuk para siswanya. Tetapi kembali lagi ke keluarganya & lingkungannya. Mereka kan juga ikut andil dlam pembentukan para anak didik disekolah. Tetapi dari pihak sekolah juga harus mengerti sebelum menghakimi murid tersebut tanpa mengetahui latar belakangnya karena mereka mempunyai masalalu dan cerita hidup yang berbeda – beda kadang mereka, nyleneh atau apalah karena mereka butuh hiburan itu, yang tak didapat dari lingkungannya.. hhhhee..

        Liked by 1 person

          1. Tetapi kurikulum yg baru ini kyaknya lebih bnyak disekolah deh mas.. pulang pasti jam stengah lima sore klau ada les.. tetapi saya juga percaya sekelam – kelamnya dan senakal – nakalnya murid disekolahan. Saat mereka lulus mereka akan sadar itu adalah masa2 pling indah. Hhhhee..

            Like

    1. Saya sependapat, memang bisa dibilang caper sama guru. Tujuannya mungkin beda beda, ada yg biar dianggap murid yg dkat sma gurunya oleh sesama temannya. Ada juga ingin terlihat lebih menonjol jika berhasil mendekati guru.

      Pengalaman saya dulu juga meskipun badung tp cenderung pendiam. Saya suka caper sama guru olah raga, karena dia jago pencak silat juga tujuan saya biar saya diberi pelatihan lebih.
      Mungkin guru olah raga saya ini membaca gerak gerik saya. Dan pada akhirnya dia memberi pelatihan lebih kpda saya. Dan pada akhirnya dia berhasil memotivasi saya utk berhenti merokok. Walaupun setelah lulus akhirnya saya merokok lagi sampai sekarang, setidaknya semenjak saya tidak merokok di sekolah saya mampu berprestasi dibidang itu.

      Liked by 1 person

  4. Setuju sekali dengan pengamatan dan tindakan yang dipilih Mas Seta serta guru bijaksana yang satu lagi. Akan capek sekali kalau para guru teriak dan marah-marah pada mereka. Kalimat, “Kalian harus sopan santun terhadap orang yang lebih tua!” nggak akan pernah mereka pahami, Mas.

    Karena mereka pun nggak paham sopan itu apa, santun itu bagaimana, dan bagaimana sih caranya sopan dan santun kepada orang tua. Jadi, solusi terbaiknya memang Mas Seta dan para guru terus menerus memperkenalkan sikap baik kepada mereka :’)

    Yang sabar ya Mas Setaaaa. Pasti nggak mudah deh. Mendengar dan melihat sesuatu yg gak sopan tuh pasti melukai hati dan menguji kesabaran
    😂😂

    Semoga Mas dan teman-teman guru lainnya dimudahkan mendidik mereka. Aamiin

    Liked by 1 person

    1. Pasti mbak shinta. Luar biasa sabar ini. Dan tidak semudah orang pikirkan jika mengajari anak-anak.

      Perasaan sakit lah, harus punya the power of forgiving yang kuat dan tebal

      Like

      1. Setuju bangetttt. Mendidik anak-anak memang harus punya thr power of forgiving yang kuat dan tebal :’) semangat ya Mas Seta dan teman-teman, Insya Allah, Allah mudahkan mendidik mereka.

        Like

  5. ini benar sekali
    maka dari itu
    pemahaman adab penting sekali untuk diajarkan di generasi sekarang
    termasuk kepada anak” didik kami…

    Like

  6. Emang miris mas, di sini anak kecil juga mulai kurang sopan terhadap orang tua, tak hanya pada guru melainkan orang-orang di sekitarnya. Kata umpatan sering mereka keluarkan di tempat umum. Kadang dinasehati cuman masuk telinga kanan saja, selebihnya tetep mbandel dan ngelakuin hal yang sama lagi.
    Butuh semangat lebih ya mas buat mendidik generasi kekinian.

    Liked by 3 people

  7. Teringat zamanku kecil di desa. Kalau bicara dengan simbah buyut ga pake bahasa jawa krama halus, akan dimarahi sembari diajari bahasa krama. Kalau bercanda berlebihan ortu pun tegas memberi hukuman, semisal dipukul atau ditutup mulut selepas ngomong jelek. Tapi saya rasakan manfaatnya sekarang, bisa lebih respek sama orang baru dan orang tua. Miris juga lihatnya, di kalangan keluarga pun sepupuku yg masih kecil berani ngambek sama ortunya saat minta sesuatu, dan ortunya rela2 saja menuruti..

    Liked by 1 person

  8. Tantangan dunia pendidikan semakin berat.
    Padahal, bersikap adalah hal paling dasar yg harus dimiliki seorang anak.
    Berat memang tugas guru dan orangtua. Belum lagi sikap dr ‘pejabat’ yg tdk mengontrol ucapannya, bertebaran di internet.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s