Sebelum datangnya bulan Ramadhan, di kampung kami biasanya melakukan satu tradisi wajib yaitu Megengan.
Apa itu Megengan?
Asal kata Megengan berasal dari Megeng yang artinya menahan. Yang maknanya sebentar lagi kita akan menahan lapar, haus dan nafsu ketika Ramadhan.
Megengan berarti akan ada acara kenduri dari rumah satu ke rumah yang lainnya setiap hari sebelum tanggal 1 Ramadhan.
Dalam praktek nya, setiap hari pasti ada undangan untuk menghadiri kenduri dari tetangga kiri kanan. Bahkan sering juga sehari ada tiga kali. Siang dan duanya malam. Undangannya cukup lewat pesan suara ketika kenduri akan berakhir di satu tempat.
Kami tidak bisa main izin begitu saja untuk tidak mengikuti kenduri dengan alasan kekenyangan. Kalau enggak, bisa bisa gantian ketika kami mengadakan kenduri mereka tidak ada yang hadir. Kan, malu maluin.
Kenyang tidak kenyang, pokoknya ya berangkat apapun kondisinya. Kalau terlalu kenyang, biasanya kami hanya memakan lauknya saja, sedangkan nasinya tidak. Untuk mengakali agar nasi tidak terbuang, maka kami memakai sistem prasmanan.
***
Mau mencoba beda sendiri dengan tidak melaksanakannya? Hei.. ini kehidupan di kampung yang tatanan nilai masyarakat berbeda, kami tidak bisa menganut paham individualis, karena semua kehidupan berhubungan dengan orang lain.
Kenduri itu memiliki menu standar, antara lain urap, telur, gudangan, tempe atau tahu bacem, tumpeng, ayam, dan kadang ada jenang baro baro.
Bagi yang kurang mampu mereka cukup memasak di rumah kemudian dibagikan ke tetangga sekitar. Sehingga biayanya dapat ditekan semaksimal mungkin.
Dalam masa Megengan kami juga ziarah ke makam leluhur untuk sekedar bersih bersih makam desa atau mendoakan.
Ini merupakan tradisi leluhur Jawa Islam yang tinggi. Namun sayangnya semakin bertambah zaman, masyarakat mulai sedikit demi sedikit meninggalkannya karena menganggapnya sebagai bid’ah. Err.. saya tidak memahami agama dengan baik. Orang bilang saya Islam Jawa.
Sejarah Megengan itu sendiri jauh ketika zaman para Walisanga menyebarkan ajaran Islam ke tanah Jawa dimana waktu itu masyarakat Jawa mayoritas di bawah kendali Majapahit yang bercorak Hindu.
Maka dari itu, untuk menyebar Islam secara baik, Sunan Kalijaga melakukan pendekatan akulturasi sosial budaya agar Islam dapat masuk ke masyarakat secara halus.
Hasilnya, berbeda dengan sesajen dimana makanan tidak boleh dimakan manusia, maka Megengan makanan boleh dimakan dan dibagi bagikan untuk kemudian disantap bersama sama.
Have a nice day bro.
Bkal sibuk ni dpt undangan Megengan, dan yg psti kenyang perut, ya gak? :))
LikeLiked by 2 people
pastinya pak.. gak masak ini, mengandalkan makan di luar
LikeLiked by 2 people
Dan akhirnya, utk penghematan jg ya kan…
Btw, tradisi smcam Megengan ini ap cm ad d masysrakat Islam Jawa ya? Di sini sih gak ada.
LikeLiked by 1 person
berhemat untuk biaya pernikahan 😁😁😁.
betul sekali pak, hanya ada disini, dalam masyarakat bekas kerajaan Mataram
LikeLiked by 1 person
Di sini juga islamnya kejawen mas, masih mengenal acara syukuran gitu. Cuman menjelang ramadan gak ada tradisi khusus sih, dan untuk ziarah biasanya warga sini melakukannya menjelang penarikan zakat fitrah, tepatnya seminggu menjelang hari raya.
LikeLiked by 2 people
oh berarti hanya disini ya mas ya
LikeLiked by 1 person
Mungkin mas, kan tiap daerah ada keunikan sendiri-sendiri.
LikeLiked by 1 person
nah ini dia,kadang keunikan itu malah di hapus oleh aturan baru yang hanya mementingkan efektifitas
LikeLiked by 1 person
Tergerus modernisasi ya
LikeLiked by 2 people
padahal kan makanan gratis ya mas ya
LikeLiked by 1 person
Iyo mas, buat silatirahim juga.
LikeLiked by 2 people
hla iya to, bagus seperti ini kok hilang
LikeLiked by 1 person
Entah mas, termasuk budaya jamiyahan malam jum’at. Saya sendiri dah gak ikut, dan banyak juga yang rombongannya berhenti.
LikeLiked by 2 people
apaan tuh mas, di sini tidak ada
LikeLiked by 1 person
Pengajia yasinan tiap malam jum’at mas khusus lelaki
LikeLiked by 1 person
wah makan terus…
LikeLiked by 1 person
makan terus sampai lupa lapar
LikeLiked by 1 person
Hihi^^
LikeLiked by 2 people
Gudangan dan jenang baro-baro itu apa Mas?
LikeLiked by 1 person
gudangan tuh sayuran di rebus, kemudian di taburi dengan bumbu gudang, jenang baro baro itu jenang warna putih
LikeLiked by 1 person
Ooh, begitu. Tidak terbayangkan masihan. 😂
LikeLiked by 1 person
bumbu gudang : parutan kelapa ditambah bawang merah putih, msg, gula jawa, cabai, dll kemudian di kukus
LikeLiked by 1 person
Ooh, iyaa. Ngertii. Terbayangkan sekarang. Thanks, Mister.
LikeLiked by 2 people
Gudangan itu bahasa jawa tengahnya urap urap
LikeLiked by 1 person
Wah terima kasih infonya, Mas. Kalau di Ngawi juga urap-urap.
LikeLiked by 2 people
Repot banget ya, untung di sini ga ada
LikeLiked by 2 people
meskipun repot kami bahagia mendapatkan makanan gratis
LikeLiked by 1 person
Ini hanpir sama kayak tradisi di tempat kakak ku di semaranf setiap mendekat bulan puasa dan akhir puasa ada acata semacam itu. Aku pernah mengikuti sehari sampai ada 5 orng yg mengundang. Tapi lupa namanya. Klo gk salah bukaan (klo mau puasa) dan tutupan (kalau mau akhir bulan puasa)
LikeLiked by 1 person
iya mas ya mirip mirip seperti itu, pokoknya makan makan terus
LikeLike
Iya itulah kearifan lokal yg patut kta hargai.
LikeLiked by 1 person
padahal enak hlo ni, tapi aliran yang satu itu malah ingin menghapus nya.. waah.. makan gratis kok ga boleh
LikeLike
Hahahaha.. Mungkin maksudnya bukan di hapus tp di luruskan dr segi syari’atnya. Mungkin wong saya juga nggak tau hehehe
Tapi kadang saya suka bertanya lhooo mas. Misal gini yg sring aku lihat di berbagai tempat. Banyak orang takut klo tidak bisa menunaikan selamatan misal 40 hari 100 hari atau 1000 hari pasca kenatian sanak saudara. Seolah olah meninggalkan itu dosa besar. Padahal setau saya baik dri kelompok yg anti dengan acara itu maupun yg membolehkan. Terutama yg membolehkan tetap tidak bilang klo acara selamatan itu tidak wajib. Artinya klo di tinggalkan tidak berdosa. Sementara sholat dan puasa misalnya yg jelas jelas hukumnya wajib. Banyak yg meninggalkan. Tapi acara selamatan yg tidak wajib pada takut untuk meninggalkan. Saya rasa ada pemehaman yg keliru. Mungkin dr sisi itu, mereka mereka itu ingin membubarkan.
Tapi entahlah saya sendiri tidak tau hehehehe wallohu a’lam
LikeLike
Setahu saya megengan ini saling kirim makanan ke tetangga. Terus pas habis sholat id baru slametan di langgar/mushola dengan nasi gurih, ayam panggang, urap. Ajang silaturahmi dan doa bersama, sebelum halal bihalal di rumah. Menjadi ajang sosialisasi di era yang serba instan dan sibuk dengan urusan masing-masing.
LikeLiked by 1 person
oh.. kalau di sini bukan seperti itu.
ada yang Megengan model nya di atas, tapi bukan daerah saya
LikeLike
Di Jawa timur/tengah ya?
LikeLike
saya di Jawa Tengah bagian selatan, Kerajaan Mataram
LikeLike
Sama berarti, tapi dulu saya di Jawa Timur bagian selatan, bekas wilayah kerajaan Mataram juga.
LikeLiked by 1 person
berarti telah termodifikasi oleh kebiasan masyarakat itu sendiri, namun esensi nya tetap sama
LikeLike