Nenek moyang saya pernah berkata, jika ingin mendapatkan hasil sayur mayur yang bagus dan melimpah maka sebaiknya bertanam di hari Legi. Legi ? eh apaan itu?.
Saya jelaskan sebentar ya, dalam masyarakat Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jogjakarta, kami mempunyai hari selain hari normal (Minggu-Sabtu), kami menamakannya hari pasaran. Jika hari normal berjumlah sebanyak tujuh hari, maka hari pasaran hanya berjumlah lima hari. Hari pasaran itu dimulai dari PAHING, PON, WAGE, KLIWON, LEGI.
Dalam keseharian, hari pasaran itu kami sering menggabungkannya dengan nama hari biasa, misalkan SENIN PAHING, RABU WAGE, JUMAT KLIWON, SABTU LEGI.
Maka dari itu jika Anda mengunjungi pasar-pasar tradisional di daerah kami, Anda akan mendapati nama pasar itu sesuai dengan nama pasaran. Seperti misalnya Pasar Pahing, Pasar Legi, Pasar Pon dan lainnya. Dengan demikian, penjual dan pembeli akan dapat dengan mudah untuk bertransaksi pada hari pasaran itu saja, lalu berganti tempat di lain hari di pasar yang lain. Eh kok penjelasannya menjadi belibet.
Ada anekdot tentang hari ; bahwa ketika ada seseorang yang membeli buah apapun kondisinya pada hari Kliwon meskipun itu masih mentah, pahit, masam, sepat atau mengkal, dapat dipastikan besoknya past Legi.
******
Lanjut ke masalah hari bertanam itu tadi.
Pertama saya mendengarnya, ego tentu saja memuncak. Dalam hati saya bertanya-tanya, “Masa iya hari aja mempengaruhi kesuburan tanaman.” Mitos.
Namun kemudian . Saya menyadari sepenuhnya bahwa mereka tentulah lebih mengerti alam daripada kami yang saat ini sudah hidup berdampingan dengan teknologi.
Dahulu mereka dapat bersatu dengan alam, hidup sangat tergantung dengan alam, mengamati fenomena alam dengan cermat, maka tidaklah heran jika mereka mengetahui seluk beluk dan cara kerja alam itu, jauh melampui kita sekarang.
Maka dari itu saya sering merasa heran dengan orang-orang sekarang yang dengan remeh mencibir pengetahuan unik seperti ini. Mereka merasa bahwa lebih pintar, lebih maju dan lebih segala. Padahal sebaliknya.
Skip ah, malah menjadi melankonis.
Sehabis hujan kemarin saya kembali menjenguk cangkul yang sudah saya lupakan beberapa bulan karena hujannya aduhai royal terhadap kami. Oh rasanya cangkul ini sekarang seperti berat dan kaku. Beberapa cangkulan sudah membuat punggung saya menjadi sakit. Jantung juga sudah seperti ingin melompat ke luar, layaknya menemui calon mertua. Padahal total panjang hasil mencangkul kurang lebih hanya 30 an meter dengan membuat bedengan agar tanaman tidak tergenang air.
Tanah itu masih baru, bekas dari tumpukan kayu dan sampah daun yang sudah satu musim tidak kami bersihkan dengan sengaja. Tujuannya adalah untuk memperbaiki struktur tanah agar menjadi lebih baik. Dengan sampah organik tersebut kami berharap dapat menambahkan unsur hayati dari jenis tanah kami yang semi padas dan berkapur.
Dari kondisi tanah di atas, jelas kami tidak bisa sembarang memilih tanaman yang akan kami letakkan di lahan sempit tersebut. Saya memilih tanaman yang sekiranya bandel dalam mengatasi permasalahan tanah yang tidak begitu subur. Dan jatuhlah pilihan saya kepada kacang panjang (Vigna Sinensis).
Mengapa saya memilih kacang panjang? Bukan kacang yang lain?. Saya beralasan sebagai berikut;
- Benihnya mudah di dapat dan murah meriah. Satu kantong kecil seukurang klip snack hanya 2.000.
- Tanaman ini cepat tumbuh. Saya tidak perlu menunggu lama lama agar dia dapat tumbuh dan besar.
- Mudah tumbuh dalam berbagai kondisi tanah dan kelembaban.
- Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang intensif seperti tanaman lain.
- Minim terserang penyakit.
- Cepat berbuah.
- Kami mudah untuk menjualnya baik untuk pedagang kecil maupun ke pedagang besar di pasar.
- Tanaman ini dapat memperkaya unsur hara tanah. Tanah akan menjadi lebih subur setelahnya.
Bagaimana hasilnya nanti? Saya akan mengupdate tiga bulan mendatang.
Mitos atau fakta? Entahlah.
Have a good day bro.
Kita tidak bisa memaksakan apa yng kita yakini kepada mereka yang tak meyakini. Begitupun sebaliknya..
Berkaitan dengan postingan sampean. Saya termasuk orang yang tidak percaya dgn perhitangn semacam itu. Akan tetapi saya tidak menyalahkan mereka yg memprcayainya. Apapun yg kita lakukan adalah berdasarkan apa yg kita yakini benar. Selama tidak menganggu kepentingan umum
Halaaaah wissss mboooooch ngomong opo aku 😜😜😂😂😂
LikeLiked by 1 person
nah kan, padahal orang luar sana malah mempelajari pengetahuan ini lho
LikeLike
Di luar mana? Luar rumah Hehehehe
Tapi tetap harus di lestatikan itu walau saya nggak suka. Tapi nggak suka kan bukan berarti benci ☺
LikeLiked by 1 person
sepakat bang
LikeLiked by 1 person
Ingin sayur lebat? Saya belanja di pasar tradisional 🙂
Met macul, Kang!
LikeLiked by 2 people
ini namanya beli 😂😂
LikeLike
🤣
LikeLiked by 1 person
Di daerah saya juga ada kepercayaan semacam ini, bahkan kadang ditentukan juga arah yang baik dari bagian mana dulu kalo mau nanem atau panen. Saya sih memang gak terlalu percaya, tapi anggep saja nasehat orang tua yang perlu diikuti, selagi tak disuruh kasih sesajen atau apa.
Kalo disini tanahnya malah gembur dan cocok hampir semua jenis sayuran, kecuali buah-buahan.
Btw selamat bertanam. Hhee
LikeLiked by 2 people
kita satu suku mas.. satu kepercayaan satu nenek moyang😂..
satu kerajaan juga ya eh.
LikeLike
Hhaa.. satu kekaisaran.
LikeLiked by 1 person
ha ha.. betul betul
LikeLike
Wah menarik sekali postingannya tentang kearifan lokal.
Ternyata pasaran untuk menentukan hari baik tidak sebatas untuk acara kondangan atau pindahan rumah, bahkan untuk menanam tanaman.
LikeLiked by 2 people
hari pasaran memang sangat banyak gunanya untuk berbagai segi
LikeLike
Sy sih prcya aj ya, klau petaninya mmang udah pnglman, tentu ada buktinya. Tp klau dikaitkan dg roh2 itu yg sy sulit percaya, klau bljar dr alam lwat tnda2nya itu wjar bhkan alamiah. Itu sprti kita mmpljari ttg musim atau tnda2 alam lainnya.
Sy tunggu dech ya update nya. Smoga tmbuhnya subur sesuai hrpan.
LikeLiked by 1 person
leluhur bangsa ini sebenarnya Sudah menerapkan ilmu pertanian naturalism..
kalau yang ini tidak ada kaitannya Dengan roh sama sekali.
LikeLike
Pahing Pon Wage Kliwon Legi.
Yang bener urutannya ini Mas. 😜
Vigna Sinensis itu sinesisnya pake s kecil. Itu aturan nama latin. 😛
*maafkan,aku banyak ngritik. 😀
Mengenai bertani yg belajar dr alam, di film Red Cliff, pernah ada seorang ahli siasat, yang pandai membaca arah angin, arah awan untuk menentukan musim tanam. Barangkali selain hari pasaran orang dulu juga belajar lewat itu juga ya.
LikeLiked by 1 person
aku gak mengurutkan hlo ya mbak 😂😂..
baiklah nanti saya edit.
oh saya tau itu, saya malah mempunyai 2 film nya.
LikeLiked by 1 person